Menghidupkan Sunnah, Menebar Hidayah

kreditHukum Jual Beli Kredit

Yang akan dibahas disini adalah hukum jual beli secara kredit dengan perbedaan harga antara harga cash dan kredit tanpa melalui pihak ketiga. Adapun untuk pembahasan jual beli kredit dengan melibatkan pihak ketiga silahkan bisa merujuk ke artikel elsunnah tentang Hukum Jual Beli Kredit Lewat Pihak Ketiga (Hukum Kredit Bank dan Leasing)

Kredit adalah jual beli dimana seorang yang menjual barang dagangannya dengan harga tertentu apabila dibayar cash dan dengan harga yang lebih tinggi apabila dibayar pada masa yang akan datang atau dengan cara angsur.

Para fuqaha—sebagaimana disebutkan didalam kitab “al Mughni” yang ditulis oleh Ibnu Qudamah dan “ad Dur al Mukhtar” yang ditulis oleh Ibnu Abidin al Hanafi—menyatakan bahwa pada asalnya jual beli dengan harga saat ini diperbolehkan, dan diperbolehkan pula dengan harga yang akan datang hingga waktu yang telah ditentukan dan jangan sampai ketidaktahuan waktu yang akan datang itu menjadikan perselisihan. Jumhur fuqaha menyatakan sah jual beli dengan harga yang akan datang dan menambahkan harganya daripada harga saat ini dengan syarat harga itu diketahui oleh dua orang yang melakukan akad jual beli.

Para ulama telah menegaskan—sebagaiman didalam “Fatawa ad Dajwa” madzhab Maliki—bahwa penundaan (pembayaran) itu merupakan bagian dari harga maka tidaklah aneh adanya perbedaan harga dikarenakan perbedaan waktu pembayaran. Tidaklah masuk akal apabila syariat yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana dan Mulia ini tidak memperhatikan kemasalahatan manusia sehingga membebankan mereka dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan pada masa akan datang sama dengan yang dilakukan saat ini atau menjadikan pembayaran yang dilakukan dalam waktu dekat sama dengan yang masih jauh waktunya.

Tidak ada sesuatu pun didalam jual beli seperti ini yang diharamkan kecuali apabila jual beli yang dilakukan dengan menaikan harga manakalah si pembeli mengakhirkan pembayarannya dari waktu yang telah disepakati, maka ini termasuk yang diharamkan.
Adapun jual beli yang dilakukan dengan harga yang telah disepakati sejak awal maka tidaklah masalah, seperti seorang yang membeli rumah atau kendaraan dengan harga yang akan datang (kredit) meski dengan harga yang dibayarkan secara angsur ini lebih tinggi daripada harga hari ini, dengan persyaratan waktu dan harganya telah diketahui dengan jelas oleh dua orang yang melakukan akad jual beli pada saat akad demi menghindari perselisihan dan tidak diperbolehkan menambahkan harga dikarenakan keterlambatan pelunasannya. (Buhuts wa Fatawa Islamiyah juz III hal 375 – 376)

Syeikh Ibn Bazz, semoga Allah merahmati beliau, tentang hukum menaikan harga dikarenakan pembayaran pada masa yang akan datang mengatakan bahwa sesungghnya muamalah seperti tidak tidaklah masalah dikarenakan jual beli dengan cash berbeda dengan cara ditunda.

Kaum muslimin selalu menggunakan muamalah yang seperti ini seakan-akan menjadi ijma dari mereka akan dibolehkannya hal itu. Ada sebagian ahli ilmu yang tidak sepakat dengan melarang penaikan harga dikarenakan penudaan itu dan menganggap bahwa hal yang demikian termasuk bagian dari riba dan sesungguhnya pendapat ini tidaklah tepat.

Sesungguhnya hal itu bukanlah riba karena seorang pedagang tatkala menjual barang dagangannya hingga waktu tertentu adalah ingin mengambil manfaat darinya dengan penaikan harga sedangkan penjual itu rela dengan penaikan itu dikarenakan ketidakmampuannya untuk membayarkan harganya secara cash, dan keduanya mengambil manfaat dari jual beli seperti itu. Terdapat sebuah hadits yang menunjukkan bolehnya hal yang demikian yaitu ketika Nabi saw memerintahkan Adullah bin ‘Amr in al Ash agar mempersiapkan pasukan, maka dia pun membeli seekor onta dengan dua ekor onta yang dibayarkan pada saat nanti, kemudian muamalah ini dimasukkan kedalam keumuman firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al Baqoroh : 282)–.(Fatawa Islamiyah juz II hal 331)

Kesimpulan hukum ini berdasarkan beberapa dalil berikut:

Dalil pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala Qs. Al Baqarah: 282 di atas

Ayat ini adalah salah satu dalil yang menghalalkan adanya praktek hutang-piutang, sedangkan akad kredit adalah salah satu bentuk hutang, maka dengan keumuman ayat ini menjadi dasar dibolehkannya perkreditan.

Dalil kedua: Hadits riwayat ‘Aisyah radhiaalahu ‘anha.

اشترى رسول الله صلى الله عليه و سلم من يهوديٍّ طعاماً نسيئةً ورهنه درعَه. متفق عليه

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Pada hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan dengan pembayaran dihutang, dan sebagai jaminannya, beliau menggadaikan perisainya. Dengan demikian hadits ini menjadi dasar dibolehkannya jual-beli dengan pembayaran dihutang, dan perkreditan adalah salah satu bentuk jual-beli dengan pembayaran dihutang.

Dalil ketiga: Hadits Abdullah bin ‘Amer bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhu.

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمره أن يجهز جيشا قال عبد الله بن عمرو وليس عندنا ظهر قال فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يبتاع ظهرا إلى خروج المصدق فابتاع عبد الله بن عمرو البعير بالبعيرين وبالأبعرة إلى خروج المصدق بأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم. رواه أحمد وأبو داود والدارقطني وحسنه الألباني

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki tunggangan, Maka Nabi memerintahkan Abdullah bin Amer bin Al ‘Ash untuk membeli tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amer bin Al ‘Ashpun seperintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ad Daraquthni dan dihasankan oleh Al Albani.

Pada kisah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash untuk membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta dengan pembayaran dihutang. Sudah dapat ditebak bahwa beliau tidak akan rela dengan harga yang begitu mahal, (200 %) bila beliau membeli dengan pembayaran tunai. Dengan demikian, pada kisah ini, telah terjadi penambahan harga barang karena pembayaran yang ditunda (terhutang).

Dalil keempat: Keumuman hadits salam (jual-beli dengan pemesanan).

Diantara bentuk perniagaan yang diijinkan syari’at adalah dengan cara salam, yaitu memesan barang dengan pembayaran di muka (kontan). Transaksi ini adalah kebalikan dari transaksi kredit. Ketika menjelaskan akan hukum transaksi ini, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mensyaratkan agar harga barang tidak berubah dari pembelian dengan penyerahan barang langsung. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersabda:

من أسلف فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم. متفق عليه

“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan (salam), hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas dan timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Pemahaman dari empat dalil di atas dan juga lainnya selaras dengan kaedah dalam ilmu fiqih, yang menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal. Berdasarkan kaedah ini, para ulama’ menyatakan bahwa: selama tidak ada dalil yang shahih nan tegas yang mengharamkan suatu bentuk perniagaan, maka perniagaan tersebut boleh atau halal untuk dilakukan.

Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

من بَاعَ بَيْعَتَيْنِ في بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أو الرِّبَا. رواه الترمذي وغيره

“Barang siapa yang menjual jual penjualan dalam satu penjualan maka ia hanya dibenarkan mengambil harga yang paling kecil, kalau tidak, maka ia telah terjatuh ke dalam riba.” Riwayat At Tirmizy dan lain-lain, maka penafsirannya yang lebih tepat ialah apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dan lainnya([1]) , bahwa makna hadits ini adalah larangan dari berjual beli dengan cara ‘inah. Jual beli ‘Innah ialah seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang, kemudian seusai barang diserahkan, segera penjual membeli kembali barang tersebut dengan dengan pembayaran kontan dan harga yang lebih murah.

Wallahu a’lam
—-

Artikel ELSUNNAH.wordpress.com

Silakan like FB Fans Page ELSUNNAH

iklaniklan2

Tinggalkan komentar

Awan Tag